Jumat, 09 Juni 2017

Secuil potret tentang pendidikan di Indonesia

Berbicara tentang pendidikan di Indonesia, hmmm... bagaimana ya. Mimin di sini sedikit menangis memikirkannya.. Walaupun sudah lumayan banyak anak negeri yang berhasil menjuarai beberapa perlombaan di event internasional, tapi mimin tetap merasa ada yang kurang, gan. Pendidikan di Indonesia itu belum merata gitu... Ini mimin paparkan sedikit pengetahuan mimin mengenai pendidikan kita 😢


POTRAIT PENDIDIKAN DI INDONESIA
Pendidikan adalah pembangunan. Kiranya tidaklah salah pernyataan demikian itu. Tatkala Jepang telah luluh lantah dibombardir Amerika Serikat (AS) di dua  kota pentingnya, Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945 dan Nagasaki berselang tiga hari kemudian dan secara telak Jepang kalah dalam perang dunia II, pemerintah  Jepang dalam hal ini adalah Kaisar Hirohito malah mementingkan pendidikan dari faktor lain.
Secara mengejutkan, Kaisar Hirohito setelah mendengar kekalahan Jepang malah bertanya, “berapa guru yang masih hidup?”. Dia juga berkata, “seperti yang kita ketahui, hampir seluruh pabrik kita hancur dibom Sekutu. Banyak pakar kita yang mati, dan sekarang negeri ini hancur dan lumpuh. Kita harus mulai membangun negeri ini dari nol, dan hanya melalui gurulah kita dapat membangun kembali negeri ini. Mari kita benahi pendidikan melalui guru-guru kita yang ada. Melalui kerja keras kita, terutama guru-guru, saya yakin Jepang akan bangkit kembali bahkan lebih hebat dari  kemampuan kita sebelum terjadi.”
     Hasilnya, menurut Wikipedia, pengetahuan dan keterampilan anak Jepang yang berada di usia 15 tahun menempati peringkat keenam terbaik di dunia berdasar Program Penilaian Pelajar Internasional dari The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), sebuah organisasi internasional yang berfokus pada kerja sama dan ekonomi. Di samping itu, Jepang memiliki berbagai prestasi dunia. Sebut  saja produk domestik bruto (PDB) terbesar kedua setelah AS, urutan tiga besar dalam keseimbangan belanja, peringkat keempat negara pengekspor terbesar, negara yang memiliki standar hidup tinggi (peringkat kedelapan dalam Indeks  Pembangunan Manusia), dan memiliki angka harapan hidup tertinggi di dunia serta negara yang maju dalam bidang telekomunikasi, permesinan, dan teknologi.
     Pendidikan,  menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, ialah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi di dalam diri untuk memiliki kekuatan spiritual-keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,  akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, dan negara. Pendidikan bisa didapat melalui dua hal, yakni pendidikan formal dan pendidikan non formal. Pendidikan formal didapat dengan mengikuti program yang terstruktur dan terencana, seperti sekolah. Sementara itu, pendidikan non formal bisa didapat dengan menjalani aktivitas kehidupan sehari-hari tannpa terikat dengan badan kepemerintahan, seperti pengalaman, membaca buku, dan hidup bermasyarakat.
     Salah satu tujuan negara adalah juga mewujudkan pendidikan bagi seluruh rakyatnya. Hal ini secara eksplisit dinyatakan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan kalimat mencerdaskan kehidupan bangsa. Guna menyukseskan tujuan tersebut, pemerintah Indonesia memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Ketentuan tersebut termaktub dalam Pasal 31 UUD 1945.
     Namun dalam kenyataannya, pendidikan yang merata bagi seluruh warga negaranya masih bagaikan jauh panggang dari api. Dari hasil penelitian Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), diketahui bahwa indeks kualitas pendidikan di Indonesia berada di bawah Ethiopia dan Filipina. Dalam penelitian tersebut, ada lima indicator yang menjadi bahan pertimbangan, yakni governance, availability, accessibility, acceptability, dan adaptability. Dan Indonesia mendapat skor 77 persen dari lima indicator di atas dan menempati peringkat ketujuh.
Di samping itu, sebuah studi yang dilakukan sebuah lembaga riset untuk perubahan sosial berbentuk perkumpulan yang bernama Article 33 Indonesia, sebagaimana yang dikutip oleh republica.co.id, mengungkapkan bahwa siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu cenderung memilih sekolah yang berkualitas rendah, berkebalikan dengan siswa dari keluarga mampu yang banyak bersekolah di sekolah yang berkualitas menengah hingga tinggi. Dari penelitian lembaga yang didukung oleh Program Knowledge Sector Initiative (KSI) dan DFAT-Australia tersebut, disebutkan ada dua faktor yang menyebabkan rendahnya akses masyarakat kurang mampu kepada pendidikan berkualitas. Pertama, kualitas pendidikan yang tidak merata, dilihat dari status akreditasi sekolah dan hasil belajar (terutama hasil Ujian Nasional). Kedua, berkaitan dengan mekanisme seleksi siswa baru, di mana siswa yang kurang mampu yang kalah secara kualitas akademik akan semakin sulit masuk ke dalam sekolah berkualitas.
     Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Pusat Data Statistik Pendidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan ada 4,9 juta anak yang tidak mengenyam pendidikan sebagaimana mestinya. Mereka tercerabut dari pendidikan karena kemiskinan, tinggal  di daerah yang sulit secara geografis, atau terpaksa bekerja (Kompas, 11 Februari 2015). Belum lagi anak-anak yang tinggal di daerah timur Indonesia yang tidak bersekolah. Contohnya, Angka Partisipasi Murni SMP/MTs sederajat di Papua Barat hanya sekitar 63,31 persen, Gorontalo 70,61 persen, Papua 62,91 persen, dan Nusa Tenggara Timur 66,98 persen. Hal itu kontras dengan pendidikan di daerah barat Indonesia yang relative tinggi. Ambil contoh di DKI Jakarta sebesar 95,55 persen, Yogyakarta 92,01 persen, dan Sumatera Barat 87,55 persen. (Kompas, 8 Juni 2015) Hal ini jelas menyatakan ketimpagan pemerataan pendidikan di Indonesia.
      Pendidikan sejatinya merupakan hak setiap warga negara. Pendidikan bersifat inklusif bagi semua, tanpa terkecuali. Selain itu, pembangunan suatu bangsa bisa dilihat dan ditentukan oleh pendidikan di negara tersebut. Sehingga dapat dikatakan pendidikan adalah kunci dan pondasi utama suatu bangsa. Termasuk untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara maju tentu telak diperlukan perubahan sistem dan mekanisme pendidikan beserta orientasinya. Di samping itu, partisipasi dan kesadaran semua warga negara, teermasuk pejabat, adalah suatu keharusan guna menjamin hak pendidikan diperoleh semua warga negara tanpa terkecuali.
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar