Kamis, 09 November 2017

kemilau jebakan individualisme; sebuah opini

        Sebuah broadcast di jejaring sosial akhir-akhir ini santer 'memotivasi' untuk tidak memedulikan omongan orang lain. Isinya bahwa omongan orang lain hendaknya hanya dijadikan sebagai angin lalu tanpa perlu diacuhkan. Mengomentari urusan orang lain dianggap tidak penting, membuang waktu, menyia-nyiakan tenaga, dan tidak bermanfaat apa-apa bagi sang komentator. Pun begitu sebaliknya dengan orang yang dikomentari, tidak ada gunanya mendengar omongan orang, hanya menghambat pekerjaan dan karirnya semata.

       Sekilas tampak bijak ucapan semacam itu. Namun sayangnya, hal demikian dapat menjadi jebakan dalam kehidupan sosial. Akar pemikiran demikian tidak terlepas dari perkembangan zaman menuju zaman post modern (posmo). Pada zaman ini digemborkanlah kebenaran relatif. Semua benar menurut porsinya masing-masing dan tidak ada klaim kebenaran absolut. Selanjutnya, privasi yang menimbulkan sikap dan sifat individualistik sebagai konsekuensinya turut dituntut untuk dijunjung. Hal ini menyebabkan sifat sosial-komunal mulai tergerus. Contoh mudah dari hal semacam ini dapat ditemui di kota. Padahal setiap masyarakat mempunyai nilai dan norma tersendiri. Dalam mewujudkan nilai dan norma tersebut, peran anggota masyarakat sebagai pengingat dan pelaksana sangat penting. Seseorang yang tidak mengacuhkan nilai dan norma tersebut dianggap sebagai pelaku penyimpangan sosial.
       Indonesia selaku negara yang berideologi Pancasila di mana mayoritas penduduknya memiliki sifat sosial yang tinggi kini mulai latah terdampak arus globalisasi, salah satunya sifat individualisme yang kontradiktif dengan sifat sosial yang dianutnya.
Kemudian, apa dampak individualisme pada kehidupan bermasyarakat? Jikalau mau menganut sistem bisnis kapitalis-individualis, sifat individualistik memang dapat memotivasi orang untuk dapat mengembangkan bisnis yang dirintis ataupun dimilikinya. Hal seperti ini pula yang banyak ditulis oleh motivator bisnis. Di antaranya adalah untuk tidak mengacuhkan komentar orang terhadap apa yang dilakukannya. Sebab banyak orang yang mencibir jika seseorang ingin meraih kesuksesan dalam hidup
        Sayangnya, seperti yang sudah disinggung di atas adalah masyarakat dalam mewujudkan keteraturan hidup mempunyai nilai dan norma masing-masing. Masyarakat, dalam hal ini, mengambil peran selaku pengingat bagi yang lainnya untuk tetap 'lurus' menurut versi mereka. Sikap individualistik justru akan mendekonstruksi nilai dan norma tersebut. Dengan dalih privasi dan individualisme yang diusung posmo, pacaran tak pantas dan seks bebas mulai menggelora di kalangan anak muda. Dengan dalih mengikuti perkembangan zaman, para orang tua berbondong-bondong menyediakan gadget untuk anak-anak mereka yang sesungguhnya belum berfaedah bagi usia mereka. Alhasil, orang tua semacam itu hanya akan menelurkan generasi penerus yang tidak mengenal tetangga, melainkan sekedar muka, nama, dan rumah tanpa tahu kesulitan apa yang tengah menderanya. Demikian hanya sepetak kecil dari berhektar-hektar contoh persoalan bangsa sosialis yang tengah beralih haluan menuju individualisme-liberalisme.
       Terlepas dari memang watak beberapa masyarakat di bangsa ini yang banyak 'merintangi' dan menggunjing seseorang untuk dapat melanjutkan karir dan inovasi, tidak sepantasnya untuk menelan mentah-mentah doktrin acuh tak acuh terhadap omongan orang. Sebab masyarakat memang punya nilai dan norma masing-masing untuk menciptakan cita-cita sosial secara kolektif demi ketenangan dan kenyamanan hidup bermasyarakat. Jika ingin mengubah paradigma yang memang dianggap merintangi kemajuan bangsa, bukan berarti harus menerima individualisme tanpa ada kompromi, melainkan memikirkan cara untuk merubah paradigma mereka setelah menimbang dengan matang dan jernih mana yang perlu direvisi dan mana yang harus dipertahankan, baik itu dari nilai masyarakat maupun dari nilai post modernitas. Dengan demikian, diharapkan nilai dan norma masyarakat yang dinilai kurang baik dikoreksi tanpa menyebabkan konfrontasi antara dinamika zaman dan nilai tradisional yang baik.

Lidah Jari

1 komentar:

  1. Mantap, lanjutkan dakwah bil qolamnya Bib, jangan lupa berkunjung ke blog aku ya storygirl36.wordpress.com

    BalasHapus